Thursday, 7 October 2021

Lelaki Tua Dan Angkringan

Malam itu di sebuah angkringan sekitar alun LELAKI TUA DAN ANGKRINGAN
Babak I
Malam itu di suatu angkringan sekitar alun-alun utara Yogyakarta, duduklah dua orang teman yang sudah lama berpisah untuk menikmati secangkir jahe hangat dan nasi kucing yang umum mereka nikmati semasa muda dahulu tetapi di daerah yang berlawanan. Angkringan itu tampak sederhana dengan penerangan lampu minyak kecil yang temaram. Seorang penjual angkringan yaitu lelaki bau tanah yang telah menjadi saksi sejarah bangsa ini.
Andi : Kaprikornus kau kini jadi dosen?
Wahyu : ya gimana lagi...
Andi : Dosen filsafat lagi...keren tuh...pasti banyak mahasiswimu yang naksir dengan ketampananmu itu. Tampan, dosen, masih single lagi....wah...bener-bener administrator muda.
Wahyu : Ya mungkin garis hidup yang membuatku mirip ini. Semua kan memiliki jalan hidup masing-masing.
Andi : Padahal dulu kamu pengin menjadi penyanyi dangdut..he..he..he..
Wahyu : Ya itu kan cita-cita waktu kecil, istilahnya belum makan asam garam. Kau juga, dulu waktu kita SD bercita-cita ingin jadi sopir angkot. Sekarang malah jadi redaktur surat kabar nasional.
Andi : Itu dulu, sama mirip yang kau katakan tadi, semua ada jalan masing-masing. Angkot kan dulu masih jarang di desa kita, oleh alasannya itu aku pengen jadi sopir angkot.
Wahyu : Pak, Jahe-nya nambah lagi...yang panas ya....
Gancar : Baik Mas....
Andi : Bapak sudah lama berjulan di sini?
Gancar : Yah lumayan Mas, semenjak usia saya lima belas tahun. Sejak jaman Sukarno lengser dari bangku presiden. Walau telah beberapa kali angkringan ini pindah tempat dan alhasil kembali lagi ke kawasan ini.
Wahyu : Wah, apa tidak jenuh pak, dagangdari jaman tumbangnya orde lama? memiliki arti sekitar 42 tahun.
Gancar : Ya mau gimana lagi Mas, ini jalan satu-satunya untuk menghidupi keluarga dan dari angkringan ini bawah umur saya bisa jadi orang.
Wahyu : Memang anak bapak berapa?
Gancar : anak saya tiga, namun anak sulung saya lima belas tahun yang kemudian ditangkap orang-orang Suharto dan sampai kini tidak tahu bagaimana kabarnya.
Andi : Wah memangnya kena perkara apa pak?
Gancar : Aduh mas, saya hanya orang kecil, tidak tahu-menahu masalah yang menimpa anak aku, padahal anak saya itu penduduknya baik.
Andi : Anak bapak seorang penggerak?
Gancar : Gak tahu mas, tapi banyak orang yang berkata seperti itu.
Wahyu : Orde baru pimpinan Suharto memang diktatorial dan kaku, orang-orang yang sekiranya menentang pemerintah dilenyapkan dengan cara-cara yang biasa dan halus namun kejam.
Andi : Surat kabar aku juga begitu, kalo isinya mengkritik pemerintah di lalu hari niscaya sering dikirimi surat-surat kaleng yang isinya bahaya.
Gancar : Enaknya memang jadi penjual angkringan mas, tidak tahu-menahu soal begituan, yang jelas mampu hidup dengan hening dan sejahtera.
Andi : Tapi bapak tahu harga tempe, tahu, sate keong, nasi kucing dan semacamnya...ya kan pak........(diiringi tawa dari ketiga orang tersebut).
Wahyu : Lha anak bapak yang kedua dan si bungsu?
Gancar : Anak bapak yang kedua itu perempuan dan sudah mempunyai suami, kini tinggal bersama suaminya di Palembang sana. Suaminya juga dosen mirip Anda.
Andi : lha yang bungsu?
Gancar : Dia mahasiswa semester simpulan di UGM.
Wahyu : Jurusan apa pak?
Belum sempat penjual angkringan itu menjawab, datanglah seorang pria muda mengirimkan beberapa nasi kucing ke angkringan itu dengan naik sebuah sepeda bau tanah Simplex.
Gancar : Lama sekali Van?
Irvan : Maaf pak, tadi sepedanya bocor, jadi ya harus menambalnya terlebih dahulu.
Gancar : Untungnya persediaan di sini masih ada.
Andi : Coba tadi bila habis, pasti kita kelaparan pak...
Wahyu : Bisa-mampu malah terlalu kenyang sebab menghabiskan semua gorengan he..he....he....
Irvan : Bapak istirahat saja, supaya aku yang menjaga di sini.
Gancar : halah...kita sama-sama saja yang menjaga angkringan ini...bapak masih besar lengan berkuasa......
Andi : Semangat empat lima ya pak......
Wahyu : itu mesti....
Irvan : Jahe-nya nambah pak.?
Wahyu : Lha gres saja nambah kok dik.....
Andi : Ini pembantu bapak di sini?
Gancar : Ini anak bungsu aku Mas.
Andi : betul dik?
Irvan : Betul sekali pak...
Wahyu : lho...kau kan mahasiswa yang mengajukan makalah untuk di seminarkan minggu depan di auditorium.
Irvan : Oh...ternyata pak Wahyu.....maaf pak aku tadi tidak mengenali bapak....ya situasi di sini memang temaram.
Wahyu : Tidak apa-apa..aku sudah maklum....
Andi : Yang terperinci adik ini tidak malu kalau di sebut penjaga angkringan... he he he........(diiringi tawa dari keempat orang tersebut)
Wahyu : Makalahmu elok, besok saya rekomendasikan kepada panitia untuk disertakan dalam pelatihan itu.
Irvan : Wah...terima kasih sekali pak....

"maaf mungkin drama ini gres satu babak dan tampak lazimsaja, ini juga aku buat untuk suatu peran mata kuliah, kapan-kapan mungkin mampu aku lanjutkan lagi"
gambar dari:www.geocities.com