Friday 29 October 2021

Bangunan Peninggalan Bersejarah Di Provinsi Maluku

Maluku merupakan suatu provinsi yang meliputi penggalan selatan Kepulauan Maluku, Indonesia. Provinsi ini berbatasan dengan Laut Seram di utara, Samudra Hindia dan Laut Arafura di selatan, Papua di timur, dan Sulawesi di barat. Ibu kota dan kota terbesarnya ialah Ambon. 

daerah bersejarah di maluku, sebutkan 5 benteng bersejarah di maluku, bangunan peninggalan spanyol di indonesia, benteng portugis di maluku, benteng pertahanan belanda di maluku, peninggalan portugis di ternate, apa saja peninggalan sejarah kerajaan ternate, benteng yang ada di ambon

Budaya prasejarah Maluku dimulai oleh budaya Batu Tua. Kebudayaan dilanjutkan oleh kebudayaan Batu Baru dengan budaya bercocok tanam, seiring ditemukannya kapak dan cangkul, yang menjadi dasar kemajuan kebudayaan Maluku sampai ketika ini. Selanjutnya, kebudayaan perunggu dan besi.

Setelah menaklukkan Melaka pada 1511, Portugis di bawah Francisco Serrão mencari Kepulauan Maluku. Serrão yang pada mulanya berlabuh di Ambon berakhir di Ternate selaku sekutunya pada 1512. Sejak itu, Portugis berhasil menanamkan kekuasaannya di Maluku. Portugis membangun beberapa loji dan benteng di Ambon serta Banda di mana terjadi penginjilan dan perkawinan campur di permukiman yang meningkat di sekitarnya.

Belanda pertama kali menginjakaan kakinya di Maluku pada 1599 di bawah pimpinan Wybrand van Warwijck dengan mendatangi Ambon dan Banda. Kedatangan Belanda disusul Inggris yang tiba di bawah pimpinan James Lancaster pada 1601. Mereka membangun loji di Banda. Setahun setelahnya, Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) dibikin.

Daftar Isi:

  1. Army Dock dan Navi Base
  2. Benteng Batu Gong Pillbox
  3. Benteng Amsterdam
  4. Benteng Belgica
  5. Benteng Beverwijk
  6. Benteng Calombo
  7. Benteng Concordia
  8. Benteng De Morgenster
  9. Benteng Duurstede
  10. Benteng Haarlem
  11. Benteng Harderwijk
  12. Benteng Hollandia (Saparuan)
  13. Benteng Hoorn
  14. Benteng Kapahaha
  15. Benteng Kampung Baru
  16. Benteng Kayeli
  17. Benteng Kota (Kijk In Den Pot)
  18. Benteng Lakui
  19. Benteng Nasau
  20. Benteng Nieuw Victoria
  21. Benteng Nieuw Zeelandia
  22. Benteng Hectoria
  23. Benteng Ouw
  24. Benteng Passo / Benteng Middelburg
  25. Benteng Piru
  26. Benteng Revengie
  27. Benteng Seith
  28. Benteng Titaley
  29. Benteng Wantrouw
  30. Museum Tank Amfibi
  31. Museum Trikora
  32. Morotai Wreck
  33. Pulau Zum-Zum
  34. Rumah Pengasingan Bung Hatta
  35. Taman Makam Persemakmuran
  36. Taman Pattimura


1. Army Dock dan Navi Base
Banda Naira]
Benteng Calombo yakni suatu benteng pengawas untuk memantau perairan Lontor yang dibuat oleh Belanda pada simpulan kurun ke-18. Adalah Francois Boekholtz yang kala itu memangku jabatan selaku Gubernur di Kepulauan Banda yang mengawali inisiatif pembangunan benteng di suatu tanjung bagian utara Pulau Gunung Api.

Benteng dengan luas lebih kurang 10 meter persegi tersebut kemudian diberi nama Baterai de Cop. Dikemudian hari Baterai de Cop lebih dikenal oleh Masyarakat Banda dengan nama Fort Calombo.

Baterai de Cop atau Fort Calombo berada di tanjung utara Pulau Gunung Api, desa Nusantara, Kepulauan Banda. Kini, situs Benteng Calombo masih mampu ditemui. Untuk berkunjung ke situs bersejarah Kepulauan Banda ini, Anda mampu menumpangi bahtera dari Pulau Naira.

Kondisi sudah tidak utuh, hanya terdapat sepenggal struktur benteng yang sudah tertutup oleh akar tumbuhan serta bercampur dengan tanah sekitar.


7. Benteng Concordia

Kapahaha yakni sebuah benteng pertahanan leluhur Kota Ambon dan sekitarnya dari serangan Penjajah Belanda. Benteng Kapahaha, Tempat Berlindungnya Para Kapitan Dan Amalesi. Benteng Kapahaha yaitu sebuah benteng pertahanan pada perang Kapahaha yang terjadi sekitar tahun 1637-1646. Letaknya benteng itu kurang lebih 4 KM ke arah utara Pusat Uli Sailessy. Sebelum menjadi Benteng Pertahanan, tempat ini memang sudah dihuni oleh penduduk pribumi semenjak berabad-era.


15. Benteng Kampung Baru

Benteng Kampung Baru atau disebut De Post terletak di desa Kampung Baru Kecamatan Banda Neira, Pulau Neira, Maluku Tengah. Berjarak 122 Meter ke arah timur maritim dari Gereja Nollot. Kondisi benteng ini sudah rusak parah, tidak bisa dilihat bagaimana bentuk dan luasannya, keadaan yang mampu dilihat hanya sisa dari susunan kerikil yang membentuk lingkaran yang diperkirakan sebagai sumur pada di saat benteng tersebut masih berfungsi.
Menurut penduduk sekitar, struktur benteng dahulu masih mampu dijumpai akan namun selama berjalannya waktu struktur tersebut hilang balasan erosi sehingga kini pada pinggir pantai sekarang dibangun talut untuk mengurangi pengikisan. Pada periode kini, masih dapat dilihat beberapa sisa struktur yang berada di dalam air.

Jika dilihat dari letak yang berada di pinggir pantai, maka diperkirakan Benteng De Post dulu di fungsikan sebagai benteng pengintai yang memperhatikan segala aktivitas yang terjadi di selat yang memisahkan Pulau Saparua dengan Pulau Seram.


16. Benteng Kayeli

Benteng Kayeli yaitu suatu Benteng VOC yang berada di di Negeri Kayeli, Kecamatan Waepo, Pulau Buru, Maluku. Untuk menuju ke lokasi benteng ditempuh menggunakan kapal yang menyeberangi Teluk Namlea dengan jarak tempuh selama 20 menit, kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh 500 meter dari kawasan sandaran kapal.

Benteng yang dibangun VOC tahun 1785 ini menandai kerajaan Kayeli selaku pusat pemerintahan Belanda di Pulau Buru pada kurun manajemen Provinsi Amboina dengan Gubernurnya Bernadus Van Pleuren.

Sebelum tahun 1919, Kayeli yakni ibu kota Pulau Buru. Kejayaan Kayeli selaku sentra pemerintahan Belanda di Pulau Buru pada era manajemen Provinsi Amboina dengan Gubernurnya Bernadus Van Pleuren, di sana ditandai dengan berdirinya sebuah benteng yang dibangun pada tahun 1785. 

Pada tahun 1919, tamat banjir bandang, Belanda memindahkan pusat pemerintahan ke Namlea. Pada era penjajahan Belanda, Kayeli dipimpin oleh raja-raja bermarga Wael.


17. Benteng Kota (Kijk In Den Pot)

Nama orisinil benteng ini Kijk In Den Pot, dibangun oleh Van der Vliet tahun 1664 untuk memantau dan mengintai lalu lintas kapal di sekeliling Gunung Api dan Pulau Banda Besar. Berada sempurna di Gunung Api di sisi barat. Tahun 1683 benteng ini mengalami kerusakan berat akhir gempa bumi dan dibangun ulang dalam bentuk setengah lingkaran. Tahun 1762 direstorasi lagi oleh Gideon Dulez. Karena dipandang tidak mencukupi maka pada tahun 1769 sebuah meriam dipindah ke Fort Hollandia, menyadari pentingnya keberadaan meriam di benteng ini, maka beberapa meriam ditempatkan kembali di benteng ini pada tahun 1780. Kondisi bangunan sudah rusak parah dan dinding ditumbuhi oleh tanaman berbatang keras dan semak belukar. Dari observasi lapangan dihasilkan gambar benteng yang berupa busur dengan bagian lengkung menghadap maritim (barat daya). Pada bab lengkung busur terdapat lubang meriam sejumlah 13 buah dengan ukuran 140 cm di bagian dalam dan 235 cm di bagian luar.

Di dinding garis lurus busur (timur bahari) terdapat pintu masuk. Di bab timur maritim ini diharapkan pengkajian lebih dalam alasannya didapatkan struktur pondasi yang mengarah ke luar (timur bahari).  Hal ini juga diperkuat dengan adanya lobang-lobang bekas kayu di dinding sebelah utara pintu masuk. Untuk menuju benteng ini, dari pantai terdapat reruntuhan anak tangga yang menurut info merupakan bagian dari bangunan tersebut.

Pada tamat masa ke-18, Gubernur Francois Boekholtz membangun beberapa pertahanan kecil yang Batavia, Sibergsburg dan De Kop. Berdasarkan daftar register, terdapat 2 (dua) buah batterij di Pulau Gunung Api, yaitu Batterij Batavia dan Batterij Siebensburg. Pada saat tim melakukan pendataan di lapangan, hanya memperoleh satu buah batterij. Namun, menurut foto yang dibentuk Belanda, maka bangunan yang diinventarisasi oleh Tim ialah Benteng De Koop. Bangunan berupa persegi ini dalam keadaan yang rusak parah. [sumber: Mohammad Hatta menjalani sanksi pengasingan selaku tahanan politik selama 6 tahun (1936 - 1942). Beliau bareng dengan tokoh nasional lain berjulukan Sutan Sjahrir juga diasingkan bersahabat rumah pengasingan Bung Hatta yang kini dikenal selaku Rumah Pengasingan Bung Sjahrir. Untuk mengingat jasa besar mereka berdua, pulau Pisang diganti namanya menjadi Pulau Sjahrir sementara pulau yang terletak di tenggara Pulau Banda dinamai menjadi Pulau Hatta.

Pada tahun 2008, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) memutuskan bangunan Rumah Pengasingan Bung Hatta selaku Cagar Budaya dari provinsi Maluku dengan SK Menteri Nomor PM.31/PW.007/MKP/2008. Sampai dikala ini, bangunan bercat putih yang berlokasi di jalan dr. Rehatta di tempat Nusantara ini sudah menjadi museum sebagai objek wisata sejarah utama di Banda Neira.

Rumah utama dari rumah pengasingan ini memiliki suatu selasar depan seluas 29,25 m² dan selasar belakang seluas 42,25 m², suatu ruang tamu seluas 36 m², sebuah ruang makan seluas 17,6 m², dan tiga ruang tidur yang masing-masing luas berisikan 22,5 m², 19,8 m², dan 19,8 m². Atap bangunan ini masih berbentukatap seng berupa perisai kuda-kuda dari kayu dengan plafon berbentukpapan kayu yang ditahan oleh balok kayu. Lantai bangunan ini masih berupa ubin terakota berwarna merah bata dengan ukuran bermacam-macam. Di bangunan inilah terdapat barang-barang peninggalan Bung Hatta seperti, kacamata, meja kerja, mesin tik, dingklik santai, dan lemari berisi sepatu dan busana Beliau.

Bangunan ini mempunyai atap seng berupa perisai kuda-kuda dari kayu dengan plafon berupa papan kayu yang ditahan oleh balok kayu. Lantainya masih sama dengan lantai rumah utama yaitu berupa ubin terakota berwarna merah bata dengan ukuran bermacam-macam. Dua ruangan depan lantainya terbuat dari watu alam berwarna bubuk-debu sedangkan dua ruangan belakang lantainya yang dibikin dari semen polos berwarna bubuk-bubuk.

Di bangunan inilah Bung Hatta dan Bung Sjahrir membuka sekolah sore bagi belum cukup umur di Banda Neira. Untuk pecahan bangunan sama persis seperti rumah utama tetapi yang membedakan ialah adanya gugusan bangku dan papan tulis sebagai daerah mengajar serta tempayan besar berisi air untuk minum.


35. Taman Makam Persemakmuran
Thomas Matulessy yang mempunyai gelar Kapitan atau panglima perang, untuk menggantikan patung lama yang telah dipindahkan pada tempat sekitar Museum Siwalima.

Patung gres ini yang dibikin dari materi perunggu dan mempunyai setinggi sekitar tujuh meter serta memilki berat sekitar kurang lebih empat ton. Patung ini dibuat oleh seorang pematung yang berjulukan Risdian Rachmadi dan patung dilaksanakan di kota Bandung. Monumen yang satu ini memang sengaja dibentuk untuk mengenang tanggal 15 Mei 1817 yang juga ialah awal awalnya perlawanan satria Pattimura dikala melawan bangsa Belanda.

Di tempat ini juga ada jenazah Pattimura yang ditaruh setelah dihukum dengan cara digantung pada tahun 1817. Untuk menemukan taman yang satu ini memanglah tidak sulit alasannya taman ini letaknya cuma diapit oleh Kantor Walikota Ambon, dan juga Gereja Nasrani Protestan Maranatha, serta Gong Perdamaian Dunia di sekitar persimpangan Slamet Riyadi, pada Jalan Imam Bonjol dan juga Jalan Pattimura.

D dalam Taman Pattimura ini juga terdapat miniature gitar dan speaker untuk mengumandangkan lagu-lagu, juga terdapat air mancur menari dengan warna yang berubah-ganti sesuai irama lagu.