Thursday, 7 October 2021

Merapi Oh Merapi

Menyerang kaku ototku yang menggigil beku Merapi oh Merapi
Sekali Lagi di Puncak Merapi
Ku belai setiap jengkal tubuhmu
Ku dekati dekat-dekat
Dingin semakin dingin
Menyerang kaku ototku yang menggigil beku
Dan pasir bebatuan menjadi pijakan langkah
Ku rasakan hempasan angin begitu andal
Kabut serupa tirai senja membasuh cuek mukaku
Debu-bubuk tipis terbawa angin berair
Ku ingat
Aku masih berjaga untuk menaklukanmu
Sepintas seperti pasak untuk bumi menjunjung langit
Ingin merasakan teduh puncakmu
Memutar bias cakrawala
Ingin sekali tetap berada di pelukmu
Bahkan hingga di lembah tetap bergumam
“Ingin sekali lagi di puncak merapi”

Kira-kira begitulah imaginasiku tentang merapi. Dulu (aku tidak ingat kapan tepatnya), puisi ini ku buat. Di saat itu aku belum pernah mendaki merapi. Aku hanya mampu membayangkan dan melamun berada di puncak merapi dan lahirlah puisi tersebut.
Dan baru saja kemarin, puisi itu menjadi realita bagiku, menaklukkan puncak merapi bukan lagi sekadar lamunan atau hayalan, namun aku sudah benar-benar berada di puncak merapi. Begini:
Kamis, 22 januari 2009 yakni rencana kami untuk mendaki merapi. Kami menetapkan untuk mendaki melalui jalur pendakian Selo. Rombongan kami ada 7 orang, tergolong aku sendiri.
Daftar robongan: Andixjelek, Gancar, Akbar, Agung, Ega, Nunik dan Leli.
kami berabgkat dari kos sekitar jam setengah sepuluh. Dengan proes antar jemput, kami memulai perjalanan dengan bis dari tirtonadi. Setelah itu turun di boyolali, kami meneruskan perjalanan dengan bis kecil jurusan Boyolali-Cepogo-Selo. Sesampai di Cepogo, bis yang kami tumpangi mengoper penumpangnya (termasuk kami) pada bis lain dengan jurusan Selo. jadinya dengan bus tersebut kami sampai di Selo.
Tempat pertama yang kami tuju yakni basecamp. Di situlah kami akan istirahat apalagi dulu sebelum naik. Dari jalan raya kami menyusuri jalan beraspal untuk menuju basecamp. Jalan kaki menuju basecamp tidak mengecewakan buat pemanasan sebelum betul-betul naik ke merapi. dari jalan raya ke basecamp, jalan sekitar 1 KM dan dengan jalan yang mendaki. Kami membayar retribusi sebesar 2500 untuk naik ke merapi. Setelah cukup pemanasan kami sampai di basecamp yang berjulukan Barameru. Di basecamp kami istirahat dan menunggu malam untuk muncak ke merapi.
Bakda Isya’ sekitar jam 8 kami mengawali pendakian. itu artinya kami mendaki gunung pas malam jumat, namun hari itu bukan malam jumat kliwon.he3. Dari basecamp jalan masih beraspal, tetapi setelah di New Selo, kami memulai pendakian dengan jalan setapak. Ladang-ladang penduduk adalah lanskap kanan-kiri bagi kami. Baru awal perjalanan, ada salah satu dari rombongan kami yang merasa tidak yakin untuk mendaki ke atas, tepaksa kami istirahat beebrapa kali sebab itu. Nampaknya beban psikis yang menjadikannya ragu-ragu, tetapi dengan semangat dari teman-teman risikonya ia mantap untuk mendaki. Dan memang perlu diperhatikan, untuk mendaki gunung, hal yang harus diperhatikan bukan cuma fisik saja, namun yang terpenting yaitu psikis. Niat yaitu tahap pertama untuk mendaki gunung.
Lolongan anjing menyambut perjalanan kami, suaranya terasa begitu mistis, kabut pun turun pelan-pelan, menyekat padangan kami, jarak pandang Cuma beberapa meter dengan cahaya senter. Sialnya, aku bawa senter kecil dua buah dan yang satunya rusak diperjalanan. jalan setapak yang sangat melelahkan, demam isu hujan telah mengganti jalan setapak tersebut menjadi pedoman air. Dan di tengah perjalanan, kami di hadang pohon yang rubuh, kami lewat dengan merunduk duduk alasannya susah untuk di loncati. untuk malam itu tidak hujan, langit malam sungguh cerah dengan dekorasi jutaan bintang di langit, sering kali tampakbintang jatuh. Sesampai di pos I, kami bisa melihat pemandangan kota yang sangat indah, bintang sepertinya ada di langit dan di bumi. Cahaya lampu-lampu kota seperti berubah menjadi bintang-bintang.
Jalan yang kami tempuh smakin sulit, jalan setapak dengan batu dan batu membuat kami harus hati-hati, kemiringan medan jalan kami pun sungguh curam, mungkin antara 60 hingga 75 derajat.
kami melalui daerah yang bernama watu belah dan sehabis lama berlangsung, kami mendaki bukit yang terjal, sebelumnya kami istirahat untuk menghimpun tenaga. sehabis bukit itu kami melewati jalan berkerikil kecil-kecil yang nyaris mirip pasir. Dan sehabis itu kami tiba di pasar bubrah, di sana ada beebrapa tugu memoriem yang bertuliskan nama-nama orang yang meninggal di gunung itu.
Pasar bubrah populer selaku pasar lelembut. Di sana ialah daerah terakhir untuk ngecamp sebelum naik ke puncak. Entah mengapa pas turun ke pasar bubrah untuk mencari kawasan ngecamp saya merinding hebat, namun saya bisa mengatasinya sendiri. Akhirnya saya memperoleh kawasan yang tepat buat ngecamp, adalah di sela-sela batu dua buah watu besar. Kami mendirikan dump di sana. Setelah itu kami tidur dan sekitar jam lima pagi kau bangkit dan keluar untuk melihat sunrise. Sungguh indah.
Setelah itu kami makan mie sedikit dan meneruskan perjalanan untuk hingga puncak, barang-barang kami tinggal di dalam dome. tetapi saya tetap menenteng ranselku untuk membawa makanana dan minuman, padahal lainnya tidak membawa, wah....ngiri juga, tapi gak papa...
perjalanan untuk hingga puncak dari pasar bubrah sangat mengerikan karena kami mirip mendaki bukit yang curam dengan kontur batuan dan pasir yang sungguh licin dan batu-batunya pun juga sangat labil.
dengan semangat dan perjalanan yang bikin capek, balasannya kami datang di puncak merapi ialah puncak Garuda. Satu demi satu dari kami naik ke puncak tersebut.