Aku dan waktu
lonceng pagi menjagaku
menerbangkan kasat bulu mataku
setelah mengembara jauh menitik
garis sebuah untaian alam
mempertahankan lipatan sukma
yang mendekap dirimu begitu erat
salahkah bila…
mengisi kerabat waktu
kakak atau adiknya untuk bercengkerama
denganmu
melewati begitu saja
memperoleh hal terindah menusuk sisi indah
realita
dan bukan sekedar hayalan.
Inspirasi
aku belajar puisi darimu
walau kau tak pernah mengajariku
mencar ilmu dari cinta dan harapan
yang sampai kini aku belum
menggapainya darimu
sebait dua bait ku tuliskan
walau harus mencuri hak cipta
ku ambil dari lirik-lirik lagu
ku ambil dari puisi-puisi sahabat
tetapi Cuma sedikit
cuma untuk mencar ilmu
cuma sebesar kuku hitam
nggak lebih
sekarang saya telah mampu berdiri diatas kaki sendiri
aku mampu menulis puisi sendiri
dan semua itu mencar ilmu darimu
inspirasiku
Nonsens
ranum bibirmu
bagai selongsong peluru
menyanggupi penjuru otakku
siap menghujamku kapan saja
menyeringai bareng binar parasmu
siap menghantuiku setiap waktu
saya bergotong-royong suka realitas
tetapi saya justru serimg berangan
saya ingin angan itu konkret
menjadi realita
menjadi impian
menjadi pijakan
kurun tiba kita berdua
memeluk waktu bersama
tentunya
dalam dekapan
Kuatnya lassomu
kau menjinjing lasso itu
tak sadar tanganmu mengikatkan ke hatiku
bermetamorfosis ikatan besar lengan berkuasa
meruntuhkan tuba tuba kegelapan
menjalar dari titik pangkal
sampai ujung ke ujung
dan tak pantas jikalau kau menariknya lagi
sebab hatiku telah beku terjerat lasso hatimu
dan melayang menenteng
dalam kenangan sajak hati
Aneh
seribu tampang menutup mataku
seribu tatap membuka pandangku
satu hati mengunci hatiku
Sang penyair
lebih dari itu
kamu sisakan senyum pahit
berhambur seiring bintang bintang
menampakkan diri dengan seribu wajah
sejak pahit merajam rasa
kau tak boleh mengenal air mata
kau tak boleh memerah air mata
sehingga lambat laun
dan berharap menyadarkanmu
hingga ketika kamu letakkan
bulan bulan purnama di hati
menghiasi sekat sekat kepahitan
datanglah rasa tenteram
menemani alunan lirik hati
sang penyair hati
Cita sajak
coba ceritakan pada penyair-penyair itu, kapan mereka menulis sajak,
bagaimana, mengapa, dan untuk apa serta siapa sajak sajak itu mereka tulis
untuk kebahagiaankah atau cuma suatu luapan kekecewaan
terhadap siapa goresan pena-tulisan itu terangkai di kerikil sajak, entah berapa usang sajak sajak itu cuma mengembara ke setiap lorong lorong waktu dan meninggalkan sukma sukma berlari menjauhi
mungkinkah semua itu cuma sekedar hiburan, hayalan, bualan, dan tak ada waktu untuk menjadi sebuah harapan
Kekal
rumput mengajukan pertanyaan pada kabut
siapa memapah kedua bahunya
menjemput hidup berangsur mati
selaput langit mendengar lewat
lubang lubang tuli
bergejolak tanah terbakar perih
cahaya dari angkasa
seputar insting atau naluri
rasa itu terus memutar
belum terjawab apa menjadi tanya
sejalan titian waktu
ditemui kekekalan hakiki
tidak fana
tidak pudar
tidak luntur
di tengah waktu beralun alun
Kering menunggu jawab
kepada langit bumi berharap
akan datang hujan
tanah keringnya sudah memahat
beratus ratus hari
lagi dan lagi
bubuk abu berterbangan seperti
wallet pulang ke sarang senja
masa itu
tak gampang jumpai setetes air
arungi laut hanya memerih rasa
bayu kepulkan maritim
menjadi awan
biarkan hitam dan datang petir menggelegar
biarkan tanah menjadi sejuk
oleh guyurannya