Monday, 4 October 2021

Seminar Internasional Dies Natalis Xxxiii Universitas Sebelas Maret Surakarta

 masyarakat cenderung kurang menghargai bahasa dan budaya yang di miliki sendiri Seminar Internasional Dies Natalis  XXXIII Universitas Sebelas Maret Surakarta
Memajukan Mutu Bahasa, Sastra, Budaya dan Pengajarannya

Seiring derasnya arus globalisasi, masyarakat cenderung kurang menghargai bahasa dan budaya yang di miliki sendiri. Masyarakat begitu mudah meletakkan perhatian kepada bahasa dan budaya abnormal. Bahkan sebagian penduduk , terutama generasi muda kurang tertarik terhadap pengembangan bahasa dan budaya milik bangsa sendiri serta lebih kesengsem pada budaya abnormal. Praktis, hal ini membuat semacam kegalauan bagi bangsa yang kaya akan ragam bahasa dan budaya ini. Oleh alasannya adalah itu, tengah bulan Maret lalu, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Pascasarjana Universitas Sebelas Maret menyelenggarakan sebuah pelatihan internasional dengan tema “Mewujudkan Mutu Bahasa, Sastra, Budaya dan Pengajarannya Untuk Memajukan Martabat Dan Kerja Sama Antarbangsa Serumpun”. Kegiatan ini juga dilakukan dalam rangka memeringati Dies Natalis UNS ke-33.
Seminar yang dilakukan di Auditorium UNS tersebut mendatangkan tiga pembicara adalah Guru Besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd., Irwan Abdullah dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan Rahim bin Aman, PhD dari Universitas Kebangsaan Malaysia. Prof. Dr. Herman J. Waluyo dengan makalah berjudul “Pendidikan dan Kerjasama Bangsa Serumpun” menyampaikan dan mengharap bahwa kerjasama bidang pendidikan bahasa sastra dan budaya, antara Indonesia dan Malaysia ialah sutau keniscayaan yang mesti ditempuh dengan tujuan mengembangkan budaya dan martabat bangsa Indonesia. Makalah dengan judul “Pendidikan Antropologi: Kearifan setempat dan Kebajikan Berwawasan Budaya” juga disampaikan Irwan Abdullah dalam seminar itu. Ia mengemukakan bahwa antropologi dapat menjadi salah satu penyelesaian dalam menanggulangi problem-problem yang berhubungan dengan sosial dan budaya. Rahim bin Amman, PhD. dari Malaysia pun membicarakan makalah yang berjudul “Pelestarian Budaya lewat Pengkajian serta Pengajaran bahasa dan Sastera di Malaysia”. Dalam makalah tersebut dia menyampaikan bahwa pengkajian (penelitian-red) kepada persoalan sastra, bahasa dan budaya mampu menjadi suatu referensi untuk mengembangkan dan berbagi sastra, bahasa dan budaya.
Ketua panitia pelatihan internasional, Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd. mengungkapkan bahwa bahwa antara Indonesia dan Malaysia mempunyai kesamaan dalam bahasa dan budaya. Ada keserumpunan. Oleh alasannya adalah itu, melalui aktivitas seminar inilah dia berusaha untuk mempertemukan pakar-pakar bahasa sastra dan budaya dari dua negara itu untuk bisa mendiskusikan aneka macam persolalan bangsa dan diperlukan nanti ada formulasi pedoman-pemikiran dan pemikiran -gagasan yang bermuara pada bahasa dan budaya di dua negara tersebut.
Peserta dalam seminar itu mencapai 1600 orang lebih. Bahkan beberapa kali ada penerima baru yang ingin mendaftar untuk mengikuti acara tersebut, tetapi panitia menolaknya alasannya sasaran peserta telah melampaui batas. Peserta seminar yaitu guru, dosen, widya iswara dan peminat bahasa, sastra, dan budaya lainnya. Guru yang tiba dalam seminar itu yakni guru sekolah dasar hingga menengah dari beebrapa tempat seperti Surakarta, Karanganyar, Sragen, Boyolali, Klaten, Wonogiri, Purworejo, Kebumen, Ngawi, Madiun dan beberapa wilayah lainnya. Dosen dari beberapa wilayah di Indonesia pun turut hadir dalam acara tersebut seperti dosen dari Universitas Negeri Surabaya dan Universitas Negeri Jakarta.
Ngatinah S.Pd, salah satu akseptor seminar dari Sekolah Dasar Balong 1 Jenawi, Karanganyar mengatakan bahwa ia senang mengikuti acara pelatihan ini alasannya banyak pengetahuan yang diperoleh. Ia juga menegaskan bahwa beliau datang ke pelatihan tersebut bukan alasannya adalah mengejar sertifikat . “Apalah artinya akta jikalau tidak bisa kita amalkan” ujarnya terhadap Didik. Hal serupa juga disampaikan penerima seminar yang lain Tika Kurniawati, S.Pd dari Sekolah Menengan Atas Negeri I Purworejo. Ia menyatakan bahwa dia tiba ke program seminar tersebut atas inisiatif sendiri dan bukan hanya untuk mengejar sertifikat. (Andi/Irna)