Thursday, 30 September 2021

Pendakian Gunung Lawu

- Cemoro Sewu -
Liburan yang begitu panjang begitu membekukan otak dan juga otot. Otak dan hasrat berinisiasi untuk melaksanakan hal yang menawan. Sudah usang sekali tidak mencicipi hawa pegunungan yang sejuk dan dinginnya sapuan angin di atas sana. Ada cita-cita untuk menyusul puncak demi puncak. Yah terlalu usang saya menuangkan kata-kata di atas, bahwasanya ditengah liburan yang panjang saya cuma ingin naik gunung. Begitu.
Pertama impian saya adalah mendaki Merbabu. Tapi kesannya malah kebujuk rayu untuk mendaki Merapi lewat acara pendakian massal. Walau dulu aku pernah ke merapi tetapi gak apa-apalah dari pada tidak muncak. Akan tetapi karena sebuah hal, ke Merapi juga batal.
 Liburan yang begitu panjang begitu membekukan otak dan juga otot Pendakian Gunung Lawu
Mencari alternatif lain, kesannya saya mengajak seorang sahabat untuk mendaki Gunung Lawu. Dengan modal niat dan nekad, akibatnya kita bersiap untuk menaklukkan gunung Lawu. Kami berdua mencari sahabat untuk memperbesar rombongan. Akan namun kami hanya mampu suplemen satu orang, itu artinya kami akan mendaki Lawu dengan jumlah tiga orang. Padahal menurut mitos, mendaki gunung dengan jumlah ganjil terlebih tiga orang itu pamali. Tapi dengan niatan yang bersih dan ikhlas, kami akan menaklukkan puncak Gunung Lawu.
Rencana mendaki lawu dan persiapannya tidak memerlukan banyak waktu, cukup 4 hari itu pun dimulai dari titik nol. Dari tiga orang, yakni aku, Joko, dan Totok belum pernah mendaki lawu, malah Joko dan Totok belum pernah sama sekali mendaki gunung. Kalau boleh dikatakan, kami yakni bawah umur nekad...peralatan pun cuma seadanya..rencananya kami akan melakukan pendakian sabtu malam minggu tanpa ngecamp alasannya adalah kami memang tidak punya dome untuk sekadar istirahat di tengah perjalanan.
Sabtu, 8 Agustus 2009...kami baru mencari konsumsi dan segala sesuatunya yang diperlukan untuk bekal perjalanan ke puncak. Dari solo kami berangkat sekitar pukul 15.30 WIB. Sampai di Cemoro Sewu sekitar pukul 16.30 WIB. Kami memang mempersiapkan untuk mendaki melalui cemoro sewu dan turun di cemoro kandang...jalur cemoro sewu dan cemoro sangkar terpisah tidak jauh meskipun kanal jalur ini telah berbeda propinsi yaitu cemoro kandnag ikut jawa tengah dan cemoro sewu ikut jawa timur. Hanya dipisahkan oleh batas jalan propinsi.
 Liburan yang begitu panjang begitu membekukan otak dan juga otot Pendakian Gunung Lawu
Kami istirahat mengumpulkan tenaga di basecamp cemoro sewu, sambil sesekali jalan-jalan di luar menikmati udara berkabut dan nikmatnya somay yang dijual keliling. Sebelum berangkat kami sempat merasakan soto yang dijual di dekat basecamp. Sekitar pukul 21.30 WIB kita melaksanakan pendakian. Tapi sebelumnya kita mendaftar dahulu di pos cemoro sewu. Rincian ongkos di cemoro sewu yaitu:
Tarif titipan sepeda : @ Rp. 5.000,00
Harga soto : @ Rp. 5.000,00
Tarif pendaftaran : @ Rp. 5.000,00
Dari pos cemoro sewu kita berlangsung santai menuju pos 1... di jalur cemoro sewu ada 5 pos yaitu:
Pos 1 : Wesenan........2 KM dari basecamp
Pos 2 : Watugedhek..2 KM dari pos 1
Pos 3: Watu gedhe....0,7 KM dari pos 2
Pos 4 : Watu kapur...1,2 KM dari pos 3
Pos 5 : Jolotundo....0,3KM dari pos 4
Puncak tertinggi : Hargo Dumilah..0,8KM dari pos 5.
Perjalanan dari pos cemoro sewu hingga pos 1 sangat mengasyikkan. Di sini kami mampu meregangkan otot sebagai pemanasan untuk sampai ke puncak. Jalurnya landai, dan jalannya telah ditata dengan bebatuan. Walau begitu kami juga kadang disuguhi beberapa tanjakan, akan namun tidak terjal. Perjalanan bisa sungguh kalem sambil memandangi panorama di sekitarnya. Karena mendaki waktu malam, kami menggunakan cahaya senter untuk menerangi jalan. Akan tetapi pada waktu itu cahaya bulan juga bersinar cerah sehingga kadang kami tak membutuhkan cahaya dari senter yang kami gunakan.
Berjalan di bawah sinar bulan menuju puncak, terasa sungguh mengesankan. Pohon-pohon cemara mirip menaungi perjalanan kita. Tampak siluet bukit-bukit di pandangan mata. Kami juga disuguhi panorama ladang-ladang yang digarap penduduk sekitar. Di sana kami juga masih memperoleh sisa pohon-pohon yang terbakar beberapa tahun lalu. Kami sampai di Pos 1 sekitar pukul 10.45. Di sana ada semacam bangunan yang kadang abad dipakai untuk berjualan kalau pendakian sedang ramai mirip pada satu sura dan tujuh belas agustus.
 Liburan yang begitu panjang begitu membekukan otak dan juga otot Pendakian Gunung Lawu
Perjalanan agak terjal sehabis pos 1 menuju pos 2. Dengan semangat membara dan ditemani cahaya bulan yang semakin terang kami langkahkan kaki kami. Karena mulai terjal, kami sering beristirahat untuk sekadar mengontrol irama pernapasan. Akan tetapi istirahat dihentikan lama-usang, sebab suhu kian masbodoh dan dapat menciptakan badan yang sudah panas menjadi hambar dan akibatnya drop. Kami juga sempat melihat beberapa bongkah watu yang salah satunya seperti dengan bentuk ayam andal. Orang-orang menyebutnya Watu Jago. Watu Jago disebut sebagai kawasan yang dikeramatkan.
Akhirnya sekitar pukul 00.30 kami sampai di pos 2. Di pos 2 kami sempat membakar parafin untuk memanaskan tubuh. Saya pun bertelepon ria dengan seseorang alasannya sinyal IM3 di pos sangat banyak. Akan tetapi suhu yang acuh taacuh membuat baterai HP cepat drop. Akhirnya sekitar pukul 01.00 kami mulai naik untuk menuju pos 3.
Perjalanan menuju pos 3 makin menanjak. Dalam beberapa langkah kami pun makin sering istirahat. Di sana pun kita bertemu rombongan pendakian masal dari Pacitan yang salah satu anggotanya cewek ngedrop dan pingsan. Kabarnya cewek yang pingsan tadi ternyata lagi menstruasi. Padahal untuk mendaki gunung ada semacam larangan dan mitos bahwa perempuan yang sedang menstruasi tidak boleh untuk naik gunung. Dari sisi ilmiah memang benar, alasannya adalah pada saat menstruasi fisik dan psikologis akan bersifat lebih labil.
 Liburan yang begitu panjang begitu membekukan otak dan juga otot Pendakian Gunung Lawu
Sekitar jam dua kurang kami sampai di pos 3. Di sana ada beberapa pendaki yang sedang istirahat dan menciptakan api unggun di tengah pos. Kami hanya istirahat sebentar dan meneruskan perjalanan. Namun tidak jauh dari pos 3, kami pun mulai kecapekan lagi. Kami istirahat di tengah-tengah jalan setapak dan merebus air untuk menyeduh kopi supaya mampu menambah tenaga kami.
Perjalanan menuju pos 4 sangat mengesankan. Jalur tetap mendaki, angin gunung pun semakin bertiup kencang. Hawa hambar kian merasup ke dalam badan. Sesampai di pos 4 kami disuguhi panorama alam yang sangat mengesankan. Inilah karya agung Tuhan yang maha Esa. Kami menyaksikan lampu-lampu kota di bawah. Di sana juga terlihat Telaga Sarangan yang memantulkan cahaya bulan. Benar-benar panorama yang estetis. Di dalam keremangan saya mengucap syukur. Sangat berkhasiat untuk memperbesar tenaga dan semangat untuk mendaki lagi, menuju puncak.
Angin kian berhembus kencang. Kami sesekali istirahat sejenak dan tak berani untuk berlama-lama istirahat. Kami sampai di pos 5 dan terus berlangsung hingga hingga Sendang Drajat...di sana kami menjumpai rombongan yang memakai goa untuk istirahat. Saya pun mencari daerah untuk istirahat, karena pada waktu itu menunjukkan pukul 03.30 WIB. Kami masuk ke dalam goa yang tak terlalu dalam di samping Sendang Drajat. Saya juga menyempatkan untuk menyaksikan ke dalam Sendang Drajat. Ternyata air sendang tersebut surut dan mulai mengering. Menurut iktikad masyarakat, air Sendang Drajat dipercaya dapat menaikkan derajat seseorang dengan melaksanakan ritual khusus dengan air tersebut.
Kami memasak mie di dalam goa memakai kompor parafin. Tak habis nalar kami membuat satu kompor lagi dengan penyangga watu. Satu masak mie, satu merebus air untuk minum. Memang benar, lapar dan lelah serta situasi gunung yang acuh taacuh menciptakan selera makan kami besar. Rasa mie yang biasanya biasa-biasa saja, di sana menjadi super enak dan cukup menambah stamina tubuh.
Setelah pukul 04.30 kami bergegas untuk menuju puncak. Namun beberapa langkah dari sendang drajat, kami berhenti untuk melakuakn salat subuh. Karena tak ada air maka kami bertayamum. Dengan beralaskan mantel kami melakukan subuh di tempat yang terbuka, di samping kami semak-semak dan juga ilalang. Udara sangat dingin menusuk tubuh kami. Setelah salat, kami meneruskan perjalanan. Di perjalanan kami berhenti untuk menikmati sunrise, alasannya jikalau kami tetap nekad terus berlangsung ke puncak, mungkin kami akan kehilangan untuk menikmati sunrise. Kami pun mengabadikan panorama yang jarang kami peroleh dengan kamera.
 Liburan yang begitu panjang begitu membekukan otak dan juga otot Pendakian Gunung Lawu
Setelah puas menikamti sunrise dan matahari pun telah beranjak naik. Kami berjalan menuju puncak Hargo Dumilah, langkah kecil juga kadang diikuti lari-lari, kami menuju puncak tertinggi lawu. Akhirnya, kami pun selamat hingga puncak Hargo Dumilah yang tingginya 3265 dpl. Di sana ada jalak gading yang liar tetapi jinak. Jalak gading dipercaya selaku binatang yang keramat, maka para pendaki tidak boleh mengganggunya. Bahkan di basecamp Cemoro Sewu ada larangan untuk mengganggu jalak gading. Ada juga pikiran, semisal ada pendaki yang kehilangan arah, jalak ganding akan menginformasikan arah jalan yang benar.
 Liburan yang begitu panjang begitu membekukan otak dan juga otot Pendakian Gunung Lawu
Setelah puas menikmati tiupan angin, dinginnya puncak Hargo Dumilah dan pemandangan yang mengesankan dari pucnak tertinggi lawu. Kami memutuskan untuk turun melalui jalur Cemoro Kandang. Kami mampir dahulu sejenak di Hargo Dalem. Dari Hargo Dalem kami turun, waktu itu memperlihatkan sekitar pukul 07.30 WIB.
to be continue