Friday, 1 October 2021

Sinekdoke Bahasa

oleh:Andi Dwi Handoko

Persoalan bahasa yaitu dilema yang sungguh kompleks. Dalam berbahasa, kita sering menemui frase atau idiom yang merepotkan dimengerti tetapi telah menjamur dan diterima dalam penduduk . Salah satu contohnya ialah ”pembalut perempuan”.
Secara sekilas, idiom tersebut tidak ada problem dan telah lazim dipakai penduduk . Akan tetapi kalau dicermati lebih lanjut, ada yang ganjil dalam idiom tersebut. Jika diurai ”pembalut” adalah alat untuk membalut atau membungkus. Sedangkan kata yang menyertainya yakni ”wanita”, sehingga idiom tersebut dapat memiliki arti pembalut atau pembungkus perempuan. Tentu pemahaman ini menyebabkan sesuatu hal yang tidak logis. Agar logis maka idiom tersebut mampu diganti dengan ”pembalut kemaluan perempuan” atau ”pembalut vagina”. Akan tetapi konvensi bahasa dalam masyarakat memandang hal tersebut selaku hal yang tidak normatif. Kesan tabu akan timbul dalam idiom ”pembalut kemaluan wanita” atau ”pembalut vagina”, sehingga ”pembalut perempuan” tetap menjadi sebuah idiom yang diterima masyarakat lazim.
Gabungan kata yang berbentuk idiom sering menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang biasa, sehingga mengakibatkan kesan tidak logis. Jika dirunut dengan ilmu bahasa yang lain, fenomena di atas ialah salah satu teladan dari gaya bahasa sinekdoke. Sinekdoke ialah gaya bahasa yang menyebut sebagian untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau menyebut keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totem pro parte). Jadi mampu dikenali bahwa idiom ”pembalut wanita” di atas merupakan pola gaya bahasa sinekdoke totem pro parte yang menggunakan kata ”wanita” untuk menyebutkan salah satu bagian dari badan wanita, ialah kemaluan.
Selain itu masih ada teladan lain yang tergolong dalam sinekdoke totem pro parte adalah kalimat ”Indonesia meraih piala Thomas Cup”. Dengan kalimat tersebut seolah-olah bangsa Indonesia yang meraih Piala Thomas, padahal bergotong-royong yang meraih piala tersebut adalah seorang atlet bulu tangkis dari Indonesia.
Untuk pola dari sinekdoke pars pro toto, dapat dilihat dalam kalimat ”rambut keriting itu bakir bermain biola”. Kalimat ini kalau dimengerti secara harfiah pasti tidak masuk logika. Akan namun ”rambut ikal” yaitu istilah seseorang yang berambut keriting. Jadi penyebutan ”rambut keriting” dalam kalimat tersebut sudah mewakili diri seseorang yang berambut keriting secara keseluruhan.

Dimuat di SOLOPOS, Kamis, 25 Juni 2009