Saturday, 2 October 2021

Takzim Akhir Hayat

Barangkali tak ada satu tanda yang memisahkan antara nirwana dan neraka dalam pengembaraan hidupmu kelak. Sepiring duka selepas malam mengiringmu dalam sebuah upacara suci perkabungan. Anjing-anjing melolong meminta doa salam takzim dari tubuhmu. Selembar tangis yang terdengar dalam pekat malam ialah bunyi tangismu sendiri. Beku dan bernada sumbang.

Sungai-sungai panjang itu selalu memberimu nafas aroma ajal yang semerbak melumuri dinding dengan amis bau kecipak darah yang kau ambil dari jantung-jantung manusia tanpa nama menyisakan sepucuk pesan ihwal dongeng malaikat lapar yang bermetamorfosis iblis dengan kedua sayap yang patah. Selalu, senantiasa dan senantiasa membujukmu untuk berkubang dalam sebuah kolam sarat amis darah.
Mereka tidak punya nama
Mereka tidak memiliki dosa
Mereka tidak punya kerabat
Mati

Barangkali neraka yaitu puncak hikayat kematianmu yang paling agung. Sementara surga menjadi selokan dengan fatwa lumpur-lumpur yang mengendap menjadi suatu dongeng ingatan yang kau sia-siakan sepanjang hidupmu. Kau lintah yang menghisap darah yang tak takut pada bara api. Tubuhmu sendiri ialah tubuh api. Rumahmu rumah api. Darahmu yakni api. Nyawamu nyawa api. Nerakamu api.

Surgamu ialah selokan dengan anutan lumpur-lumpur yang mengendap menjadi suatu cerita ingatan yang kamu sia-siakan sepanjang hidupmu.

“Barangkali kau adalah ajal itu sendiri”
Solo, 1 mei 09