Saturday, 9 October 2021

Layang-Layang (Cernak)

 Setelah bel sekolah berdering tanda pelajaran habis Layang-layang (Cernak)
Adi tak tabah menunggu waktu pulang. Setelah bel sekolah berdering tanda pelajaran habis, beliau secepatnya bergegas pulang. Ia sudah tak tabah ingin menerbangkan layang-layang kertas berbentuk burung garuda. Layang-layang itu sangat gagah dengan warna-warni yang indah.
Layang-layang itu merupakan buah tangan pamannya yang tiba dari Surabaya kemarin.
“Adi, ini paman bawakan layang-layang”
“Wah…elok sekali Paman!”
“Tapi ingat!, jikalau bermain layang-layang juga mesti ingat waktu, nanti kecapekan dan malamnya tidak mencar ilmu”
“Tenang saja paman. Adi niscaya rajin belajar kok!”
“Oya..jika bermain layang-layang jangan di jalan raya, gunakan kawasan yang tepat. Kamu tahu di mana daerah yang paman maksudkan?”
“Tahu paman, di lapangan atau di sawah kering yang sudah tidak ditanami”
Adi sungguh bahagia menerima layang-layang itu. Memang demam isu ini isu terkini kemarau. Jadi kondisinya sungguh sempurna untuk bermain layang-layang.
Setelah makan siang, dia segera mempersiapkan benang layang-layang yang dia beli ketika pulang sekolah tadi. Sebetulnya beliau ingin mengajak pamannya, namun pamannya sudah kembali ke Surabaya tadi pagi. Maka ia mengajak Doni untuk memenaminya bermain layang-layang.
Cuaca masih sungguh panas. Namun Adi tak sabar jikalau mesti menunggu nanti sore. Setelah semuanya beres, dia dan Doni dengan mantap menjinjing layang-layang itu untuk diterbangkan di lapangan sepak bola yang tak jauh dari rumahnya. Namun Adi kecewa, ternyata lapangan itu ditutup untuk antisipasi pertandingan sepak bola nanti sore.
Doni menganjurkan untuk bermain di sawah yang kering saja. Namun Adi menolak.
“Aduh ke sawah itu jauh, nanti hingga di sana telah kelelahan. Kita bermain di jalan ini saja, kan kendaraan juga sepi” Adi tak peduli dengan pesan tersirat pamannya kemarin. Ia tak sabar untuk secepatnya menerbangkan layang-layangmya. Doni pun tak mampu menghalangi Adi. Ia tetap mengawalAdi bermain layang-layang di jalan itu.
Ternyata cukup mudah menerbangkan layang-layang itu. Hanya dengan beberapa tarik ulur, layang-layang itu pun mengangkasa dengan lancar. Adi dan Doni bersorak bangga. Doni pun ingin menertibkan layang-layang itu.
“Adi, gantian dong!” Doni minta izin kepada Adi.
“Ah..nanti saja, masih asyik nih..!” jawab Adi.
Doni dengan cemberut duduk di seberang jalan menunggu giliran dari Adi. Semula angin berhembus sepoi-sepoi sehingga layang-layang itu melayang dengan tenang. Namun kemudian angin berubah agak kecang sehingga layang-layang pun agak sulit di atur. Adi berlari kecil kesana-kemari untuk mengikuti gerak layang-layangnya. Karena terlalu memperhatikan layang-layangnya, Adi tak sadar dia telah berada di tengah jalan. Saat itu pula melintas suatu sepeda motor dengan kecepatan lumayan tinggi.
“Awas!!!” teriak Doni dari seberang jalan.
Tapi telah telat. Adi terserempet sepeda motor itu dan jatuh. Doni dan pengendara sepeda motor itu secepatnya membantu Adi. Karena lukanya parah, Adi di bawa ke tempat tinggal sakit.
Lengan kanan Adi patah dan kedua kakinya lecet-lecet. Ia pun murung dan menyesal karena tak menghiraukan pesan yang tersirat pamannya. Mulai dikala itu ia berjanji untuk menjadi anak yang patuh kepada pesan tersirat-pesan yang tersirat yang diberikan kepadanya.

Andi D Handoko

gambar dari :boelansabit.wordpress.com